Suasana Kompleks Pantai Mutiara yang tergenang banjir rob di Penjaringan, Jakarta. Banjir di kawasan tersebut diduga akibat adanya tanggul yang jebol saat naiknya permukaan air laut di pesisir utara Jakarta. (Foto: Hafidz Mubarak A / Antara)
Source: Tagar News Date: 10 September 2020
Di Indonesia saat ini terdapat 112 kabupaten atau kota di pesisir yang berpotensi mengalami banjir rob dan perlahan-lahan akan mengalami penurunan muka tanah.
Di Pulau Jawa, wilayah yang paling terdampak adalah Pantura Jawa, yaitu Demak, Semarang, dan Pekalongan serta Muara Kamal di Jakarta Utara. Tertera pada RPJMN 2020 – 2024, daerah Pantura telah menjadi prioritas dalam penanggulangan penurunan muka tanah.
“Untuk dapat memaksimalkan penanggulangan ini, maka kita seluruh stakeholder harus bekerja sama untuk dapat menentukan langkah apa saja yang akan direncakan ke depan,” kata Asisten Deputi Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan, Kemenko Maritim, Kus Prisetiahadi dalam workshop program kerja Land Subsidence 2020 di Semarang, Rabu, 9 September 2020.
Kegiatan ini dihadiri Wali Kota Pekalongan, Sekda Semarang, serta perwakilan dari Bupati Demak. Selain itu terdapat peserta dari BNPB, ITB, Undip, serta Bappenas.
Lebih jauh, dia menjelaskan, fenomena land subsidence di Indonesia, dapat terjadi karena perubahan iklim yang menyebabkan peningkatan risiko terjadinya banjir rob karena naiknya permukaan air laut.
Pengambilan air tanah yang berlebihan juga dapat menyebabkan berubahnya muka tanah di daerah pesisir. Terakhir, efek pembebanan pada tanah dapat menyebabkan kompaksi pada lapisan bagian atas.
Wali Kota Pekalongan, Saelany Mahfudz mengungkapkan bagaimana parahnya kondisi di daerahnya saat ini terkait penuruan muka tanah.
“Selama 11 tahun, Pekalongan mengalami banjir rob dan penurunan tanah sebesar 20 sentimeter setiap tahunnya. Kondisi ini sangat memprihatinkan bagi kami,” ungkapnya.
Hal sama disampaikan Sekda Semarang Iswar Aminuddin. “Kami di Semarang, telah melakukan berbagai upaya untuk dapat menanggulangi land subsidence. Tetapi, kondisi banjir di Semarang serta kapasitas Semarang dalam menampung air juga menjadi pemicu bagi land subsidence,” bebernya.
Merespons itu, Kus mengatakan bahwa rekomendasi yang dapat diberikan bagi pemerintah daerah untuk menyelesaikan land subsidence ini adalah memprioritaskan perluasan layanan PDAM di daerah pantai.
“Dengan ini kita juga dapat mengurangi bahkan menghentikan eksploitasi air tanah di daerah pesisir,” katanya.
Selain itu, solusi yang dapat diambil oleh pemerintah daerah adalah menguatkan peraturan dan melakukan pemantauan berkelanjutan setiap tahunnya.
Untuk melakukan pemantauan ini, pemerintah daerah dapat mengajak stakeholder terkait, seperti universitas pada daerah setempat.
“Selain itu, dapat dilakukan penyebaran informasi kepada industri untuk melakukan pembatasan pada pengambilan air tanah,” jelasnya.
Melalui workshop ini, seluruh peserta akan membahas road map mitigasi dan adaptasi dari penurunan tanah di Dataran Daerah Pesisir.
Road map akan dibahas secara mendalam menjadi aksi turunan dan aksi tahunan yang dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait.
Hasil yang diharapkan adalah adanya penyelesaian masalah land subsidence melalui koordinasi serta sinergi antara stakeholder serta masyarakat.
Serta aksi mitigasi dan adaptasi yang diberikan dapat menjadi aksi yang responsif dan solutif.
Source link: tagar.id/upaya-menko-maritim-untuk-penanganan-land-subsidence